Keragaman budaya serta kekayaan alam Indonesia merupakan satu kesatuan yang harus dilestarikan. Keberadaannya dinilai sangat penting bagi sejarah, kebudayaan, bahkan ilmu pengetahuan. Untuk itulah satwa endemic yang merupakan bagian dari keberagaman yang ada, juga perlu mendapat pelestarian ditengah ancaman kepunahan. Berawal dari Komphas yang merupakan komunitas pemerhati satwa di Sulawesi Tengah, hadir untuk mengedukasi masyarakat akan pentingnya keberlangsungan hidup satwa dari perburuan liar manusia yang tidak bertanggungjawab, demi meraih pundi-pundi rupiah. Cukup jelas bahwa selama ini pemahaman masyarakat terkait satwa, masih tergolong rendah. Tidak sedikit satwa yang mengalami penyiksaan sehingga fisiknya
mengalami cacat. Padahal satwa merupakan penyeimbang kehidupan manusia. Hal inilah yang kemudian mendorong pecinta satwa seperti Afandy Unok, besertarekannya untuk menggagas suatu komunitas khususnya konservasi satwa, pada tanggal 13 juni 2014, dengan sekretariat yang berada di Jl. Soekarno Hatta, tepatnya di Fakultas Peternakan dan Perikanan UniversitasTadulako. Didirikan berdasarkan kepedulian itulah, Komphas kini giat melakukan sosialisasi hewan endemic yang disampaikan kepada anak-anak, remaja, bahkan memberi pemahaman kep
ada masyarakat akan pentingnya keragaman hayati sebagai tempat sumber makanan satwa. Menjadi suatu kebanggan bagi komphas, pada tahun 2015 dapat menandatangani MoU dengan Direk torat Jenderal Balai Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Sulawesi Tengah dan Taman Nasional Lore Lindu, sebagai bentuk kerjasama dalam pemerhati satwa. Selain itu, mereka juga melakukan pelepasan kura-kura di daerah Sibalaya dan mengadakan sosalisasi gizi dan sumber daya alam
di desa sibayu, Kecamatan Balaesang di Kabupaten Donggala. Dengan Adanya wadah ini, diharapkan memberikan pemahaman yang lebih kepada masyarakat akan pentingnya keberlangsungan hewan mulai dari unggas, reptil, mamalia serta sumber daya alam lainnya, dengan tetap menjaga sumber makanan, sehingga hewan endemic yang berada di Sulteng tetap berada di habitat aslinya.
Reporter : Ulin sasmita
Editor : Moh. Fajrul/Nur Komariah